makananhewani.com - Gagalnya investasi di pasar modal merupakan hal yang tidak bisa dihindari, kapan saja bisa terjadi bagi para investor. Dan kegagalan juga menjadi pengalaman yang sulit bagi para investor. Penting mengingat bahwa saat berinvestasi itu selalu melibatkan risiko, dan kegagalan juga merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Sehingga tidak ada salahnya untuk mengetahui apa saja penyebab kegagalan ini, sebagai bahan evaluasi diri agar kedepannya bisa terhindar dari permasalahan tersebut, sehingga penting untuk terus belajar dan berkembang, serta membuat rencana-rencana investasi yang bijak.
Berikut ini beberapa alasan merugi bagi investor saaat berinvestasi, yaitu:
Baca juga: Berikut adalah Standar Akuntansi Keuangan dan Prinsip Dasarnya
Kurangnya Pengetahuan Tentang Investasi & Produknya
Tujuan orang berinvestasi bukan hanya menambah pendapatan, namun meningkatkan aset atau kekayaan. Namun tidak sedikit investor mengalami gagal/merugi karena kurangnya pengetahuan dan informasi yang tepat terkait berinvestasi. Masih banyak orang yang belum tahu tentang investasi, terlebih lagi bagi mereka yang sudah terjun ke dunia investasi namun tidak mengerti produk-produk yang mereka beli.
Oleh karena itu, awali dengan memahami produk yang kalian beli seperti saham, reksadana, obligasi, dan lain-lain. Dengan demikian anda tidak terkesan pasrah dan sekadar menanamkan modal saja, namun anda bisa mengerti dan investasi Anda tepat sasaran sesuai yang dibutuhkan.
Tidak Memperhatikan Risiko
Banyak juga investor yang hanya bermodal nekat, tanpa mengidentifikasi terlebih dahulu terkait kemampuannya berkaitan dengan profil risiko. Profil ini untuk menentukan tingkat toleransi seseorang akan risiko yang akan dialami di masa depan.
Perlu diketahui bahwa semakin besar uang yang diinvestasikan maka semakin besar pula risiko yang akan dihadapi. Masih banyak investor yang tergiur dengan tingkat profit yang tidak wajar tanpa melihat risiko yang ada.
Investor harus tahu betul profil risikonya agar dapat memilih instrument investasi yang sesuai dengan profil risikonya. Sehingga jika mengalami kerugian para investor tidak terlalu emosional saat kehilangan uang, karena sudah sesuai dengan tingkat toleransinya di profil risikonya.
Tidak Memiliki Tujuan Investasi yang Jelas
Seseorang yang apabila sudah melakukan aktivitas berinvestasi terkait aset atau hartanya, sudah seharusnya orang tersebut memiliki tujuan investasi yang jelas. Tiap orang memang memiliki tujuan investasi yang berbeda seperti berinvestasi untuk beli rumah atau kendaraan, berinvestasi untuk dana Pendidikan anak, dana darurat, atau dana pensiun.
Namun kebanyakan masih ada yang berinvestasi hanya sekadar ikut-ikutan tapi tidak mengerti instrumen-instrumen yang digunakan untuk berinvestasi.
Tidak Sabar Menunggu
Para investor terutama investor pemula kerap tidak bisa menahan keinginan yang berlebihan, ingin cepat-cepat mendapat keuntungan dalam waktu singkat atau instan. Sedangkan waktu yang tepat memperoleh keuntungan dari investasi tidak jarang butuh waktu dalam jangka yang panjang.
Alhasil memutuskan untuk menjual kembali sahamnya yang dimana hasilnya tidak seberapa atau justru merugi karena dalam investasi pun ada yang namanya biaya administrasi dan PPN.
Ketidakmampuan untuk Mengelola Emosi
Hal ini tidak jarang terjadi bagi investor yang tidak mampu mengatur emosinya, baik keserakahan, ketakutan, dan keputusasaan yang dimana dapat mempengaruhi keputusan investasi. Investor cenderung mengedepankan atau membiarkan emosinya mengendalikan dirinya sendiri, dibanding berfikir secara rasional.
Hal itu membuat investor kerap membuat keputusan yang impulsif dan bisa membuat kerugian justru semakin besar. Contohnya: seseorang membeli suatu saham yang dimana saham tersebut sedang bearish atau trend menurun, orang tersebut panik melihat sahamnya merugi dan kemudian menambah modal investasinya ke dalam saham tersebut dengan harapan saat terjadinya pembalikan arah, dia menerima keuntungan yang lebih besar sesuai dengan jumlah sahamnya. Namun, karena saham tersebut masih dalam trend menurun, akhirnya kerugian semakin membesar dan merasa putus asa sehingga menjual semua sahamnya dengan harga rendah.
Mengabaikan Diversifikasi Portofolio
Orang-orang kerap menaruh semua modal investasinya ke satu emiten saja, kenyataannya diversifikasi portofolio sangat penting karena dapat mengurangi risiko kerugian akibat volatilitas pasar. Dengan menerapkan diversifikasi, apabila salah satu saham yang kita beli mengalami penurunan yang tajam, kerugian yang kita alami bisa ditutupi atau diminimalisir dengan keuntungan dari saham-saham lain yang kita beli.
Terlalu Fanatik pada Suatu Perusahaan
Fanatik terhadap suatu perusahaan tidak memberi jaminan kepada kita terkait investasi yang menguntungkan. Bisa saja faktor perusahaan tersebut sudah tidak menarik bagi orang-orang, atau bisa saja faktor harga saham yang sudah terlampau mahal dan tidak sesuai dengan harga wajar.
Sehingga tidak ada salahnya untuk mempelajari peluang investasi di perusahaan-perusahaan lainnya, dan jangan terlalu fanatik. Karena prinsip berinvestasi pasti ingin mendapatkan keuntungan yang maksimal, bukan sekadar loyalitas.
Menggunakan “Uang Panas” saat Berinvestasi
Maksud dari uang panas itu sendiri adalah Ketika kita berinvestasi namun modal yang kita gunakan sumbernya berasal dari pinjaman utang, dana untuk pendidikan anak, atau dana yang digunakan untuk kebutuhan yang lebih prioritas.
Hal tersebut merupakan tindakan yang salah dalam berinvestasi, karena dalam berinvestasi harus menggunakan “uang dingin atau uang nganggur” yaitu modal yang tidak digunakan sama sekali untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih penting. Karena apabila terjadi kerugian dan menggunakan ”uang panas” tersebut, hanya akan menimbulkan permasalahan baru kedepannya.
Baca juga: Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum: Pedoman Para Akuntan