makananhewani.com - Pengertian kemitraan tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 13 UU 20/2008 yang menyatakan: "Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, berdasarkan prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar."
Baca juga: Label Berbahasa Indonesia pada Kosmetik Impor, Wajibkah?
Selanjutnya, pada dasarnya pelaksanaan kemitraan usaha dipertimbangkan dengan prinsip kemitraan dan menjunjung etika bisnis yang sehat. Menurut Pasal 104 ayat (2) PP 7/2021, prinsip kemitraan mencakup: diperlukan; dipercayai; diperkuat; dan diuntungkan.
Lebih lanjut, Pasal 106 ayat (1) PP 7/2021 juga menyatakan bahwa pola kemitraan usaha bisa dilakukan melalui cara: inti-plasma; subkontrak; waralaba; perdagangan umum; distribusi dan keagenan; rantai pasok; dan bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberdayaan (outsourcing).
Baca juga: Ketahui 3 Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia
Kemudian, perlu dicatat bahwa apabila para pihak telah mencapai kesepakatan untuk melakukan kemitraan usaha, maka perjanjian tersebut harus disusun dalam bentuk perjanjian kemitraan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, jika salah satu pihak adalah orang atau badan hukum asing, perjanjian kemitraan harus disusun dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Pelarangan dalam Pelaksanaan Kemitraan Usaha Sebagai pihak yang memiliki tujuan yang sama dalam kemitraan, menurut pandangan kami, para pihak perlu mempertimbangkan setiap hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi guna menghindari potensi perselisihan di masa mendatang. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa para pihak memiliki kedudukan hukum yang sama dan tunduk pada hukum Indonesia.
Selain itu, terdapat pembatasan yang perlu diperhatikan oleh pihak yang melaksanakan kemitraan usaha, termasuk: Usaha Besar tidak diizinkan untuk memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya; Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil sebagai mitra usahanya.
Dalam konteks ini, kata "memiliki" diartikan sebagai adanya perpindahan kepemilikan secara yuridis atas badan usaha/perusahaan dan/atau aset atau kekayaan yang dimiliki oleh usaha mikro, kecil, dan/atau menengah kepada usaha besar sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan. Sedangkan kata "menguasai" berarti adanya peralihan penguasaan secara yuridis atas kegiatan usaha yang dilakukan dan/atau aset atau kekayaan yang dimiliki oleh usaha mikro, kecil, dan/atau menengah kepada usaha besar sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan.
Berdasarkan penjelasan Anda, mitra usaha besar bermaksud untuk mengendalikan atau menguasai mitra usaha kecil, sehingga usaha kecil kehilangan kemerdekaan dalam menjalankan usahanya.
Lebih jauh lagi, usaha besar yang melanggar ketentuan larangan tersebut berpotensi dikenai sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha dan/atau denda hingga Rp10 miliar oleh lembaga yang berwenang, sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) UU 20/2008. Namun, bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dalam kemitraan usaha? Berikut ini penjelasannya. Penyelesaian Permasalahan dalam Kemitraan Usaha
Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap kemitraan dapat dijalankan bersama-sama oleh kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang terkait dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Selanjutnya, sanksi administratif bisa diberlakukan kepada usaha besar atau usaha menengah yang melakukan pelanggaran dalam kemitraan atas inisiatif dari KPPU. Juga, pengenaan sanksi oleh KPPU dapat didasarkan pada laporan tertulis yang mencantumkan bukti serta informasi lengkap.
Setelah laporan diterima, KPPU melakukan pemeriksaan awal. Jika terbukti adanya indikasi pelanggaran, KPPU akan mengeluarkan peringatan tertulis kepada pelaku usaha agar melakukan perbaikan. Apabila peringatan tersebut diabaikan selama 3 (tiga) kali berturut-turut, maka KPPU akan menginisiasi pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan pemeriksaan mendalam, KPPU memiliki kewenangan untuk mengeluarkan putusan yang berdampak pada pemberlakuan sanksi administratif kepada usaha besar atau usaha menengah yang melanggar, khususnya dalam hal pelanggaran terhadap larangan bagi usaha besar untuk memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil, dan/atau usaha menengah sebagai mitra usahanya. Selanjutnya, jika putusan KPPU menginstruksikan pencabutan izin usaha, pihak yang berwenang untuk memberikan izin usaha wajib mencabut izin usaha pelaku usaha terkait dalam waktu tidak lebih dari 30 hari kerja setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca juga: Mengenal 10 Macam Kemitraan dengan UMKM